Selasa, 30 Desember 2014 0 komentar

Tilang Episode 2 : Bagian 2


Mobil masih menyala... pun lampu-lampu itu yang sedari tadi membelakangiku.. kuning-merah.. kuning-merah.. berkedip-kedip genit.. aku gak sampai hati dan tak mampu menahan sialunya... rintik-rintik gerimis pun turut menemani perjalanan kami.. sesekali kupandangi ia.. Leleah.. itu kesan pertama yg bisa kudapat dari situasi saat ini... gelapnya malam membuat pandangan kami terbatas... pun dengan beberapa rambu lalu lintas tak nampak dengan jelas dihadapan kami... hanya dua buah benda itu, yang terus saja bergerak hingga nampak jelas dihada0an kami, kekiri dan kekanan.. membersihkan beberapa tetes air hasil dari hujan yg mengguyur kami...

Jumat, 05 Desember 2014 0 komentar

Tilang Episode 2 : Bagian 1

“Tak pernah kusangka aku akan jadi korban kejahatan yang mengerikan. Pun tak pernah kuduga, otak kejahatan itu, dan begundal-begundal suruhannya, adalah kawan-kawanku sendiri. Di ruang pucat ini, teori bahwa kekejaman sering dilakukan orang-orang terdekat, terbukti. Darah bersimbah-simbah dari mulutku. Ia panik. Aku menangkisnangkis. 'Pegangi dia! Pegangi kuat-kuat!" Lenganku direngkuh dua lelaki kasar. Aku terbelalak kesakitan, menggeUnjang-gelinjang."Kamu! Ya, kamu, masuk! Tangkap kakinya!" Seorang pria sangar menghambur. Ia memeluk kakiku. Kukais-kaiskan tumit untuk menerjang. Seorang pria lain, tanpa diperintah, meloncat. Ia menindihkan tubuh gempalnya di atas lututku, liat bermmyak-minyak. Aku tak berkutik. Ngilu memuncak ke ubun-ubunku. Ia memaksaku dengan metode yang tak dapat disebut terhormat. Hampir dua jam aku teraniaya. Maka terbongkarlah siapa dia sebenarnya: perempuan yang mampu menggerakkan orang untuk
Rabu, 19 November 2014 0 komentar

Bandrek


Tuntutan sebagai anak yang sudah lulus tamatan SMA dan setingkatnya, kalau tidak melanjutkan kuliah, ya harus bekerja, meneruskan perjuangan keluarga, belajar mencari, mengais, rizky dari-Nya yang maha pemurah. Bersyukur atas karunia-Nya segala sesuatunya bsa ku lalui dan ku dapatkan dengan mudah, seperti kisahku terdahulu kawan, saat aku terpaksa harus berhenti sebagai penjual minuman di salah satu gang ternama dekat rumahku, tak lama setelah itu aku masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk bekerja menjadi penjual ayam dan ikan bakar. Dan seperti yang kalian ketahui juga kawan, hari-hariku tak sekalipun ku lewatkan dengan berleha-leha, semangat menjalankan amanah dalam pekerjaanku. Setiap pagi ku kayuh sepeda bututku menuju komplek perumahan Safari yang juga tak jauh letaknya, untuk mengambil ayam, ikan, yang sudah diramu, lengkap dengan lalaban dan sample yang dibuat oleh Pembantu Boss ku.
Sabtu, 15 November 2014 0 komentar

Kebakaran : Bagian 2


Lihatlah ia, kini hanya mampu duduk dalam bantuan kursi roda reotnya. Wajah dan kulit yang mulai mengkriput menghiasi dirinya. Rambut yang beruban, gigi yang sudah tak lagi sempurna. Direpotkan oleh anak cucu yang sampai saat ini blum bisa mandiri dan masih suka berpangku tangan padanya. Suaminya telah pergi mendahuluinya bbrapa tahun silam, dan kini sejak kejadian ia terjatuh dikamar mandi kedua kakinya tak bisa berfungsi dengan baik. Hari-harinya banyak ia habiskan di kursi roda itu. Miris aku melihatnya. Dialah bu haji Hamidah, wanita tua yang membangunkan kami tengah malam saat tragedi kebakaran beberapa tahun yang lalu. Entah kalau saja malam itu ia tak datang kerumahku aku tak tau nasibku sekarang. Mungkin aku tak bisa menikmati alunan musik di telingaku sambil menunggu kereta tujuanku sampai di stasiun pasar senin seperti sekarang. Atau tak
Kamis, 13 November 2014 0 komentar

Ayah


Masih terbayang olehku ketika dengan Lembutnya Engkau meraih tanganku saat pelajaran menggambar, membantuku dan mengajariku, bagaimana cara memegang Pensil dengan benar, sehingga mampu ku gambarkan kecil namun jelas kupandang beberapa ekor ikan yang sedang berenang dilautan dalam lembar kertas buku gambarku. Atau juga pernah kau lukiskan sebuah Gunung untukku, lengkap dengan sungai yang mengalir didekatnya, hijaunya pepadian, jalan raya yang penuh dengan mobil-mobil itu.. Kau pandangiku dari luar jendela kelasku dengan tersenyum bangga, seakan berkata pada yang lain "itu anak saya", mengawasiku, berdiri menungguiku dari awal aku masuk kelas, sampai aku keluar Darinya. Membelikanku setangkai permen gulali masnis semanis kasih sayangmu,, Belaianmu saat kau merawatku setelah aku terjatuh dari lantai dua rumah lama kita di Palmerah,.. begitu lembut ku rasa ayah... Masa kecilku yang terasa sangan indah
Minggu, 09 November 2014 0 komentar

Kebakaran : Bagian 1


Malam… Hening, gelap, dingin , hitam, dan pekat. Rembulan Separuh terbias dari kehampaannya sesekali ia terbalut awan mendung hingga hilang sebagian dari keindahannya, menggoda. Ribuan bingtang yang biasanya bertaburan membentuk rasi, menghilang ditelan awan. Langit kelabu serta desiran angin malam itu sangat ku rasakan ketika tengah berada dalam pelukan kakakku. Beningnya airmata yang tertusuk udara beku malam itu, terasa begitu dingin dipipiku,. Aku menangis ketakutan, dari kejauhan sana kulihat cahaya jingga kemerahan membumbung tinggi, memenuhi hampir separuh langit kelabu. Beberapa kali terdengar suara Sirine nyaring dari kejauhan yang entah datang darimana, kadang membesar, kadang mengecil, kadang timbul, kadang tenggelam, entah ini sudah yang keberapa kalinya kudengar. Orang-orang dewasa berbondong-bondong menyelamatkan diri dan barang berharga milik mereka, berbuntal-buntal pakaian, televise, tape radio, sampai anak-anak mereka
Minggu, 26 Oktober 2014 0 komentar

Sebuah Pertemuan :Bagian 2


“Life Must Go On” kalimat itu jelas-jelas tertera pada sebuah bingkai kaca yang hampir setiap pagi ku pandangi sebelum memulai aktifitas dalam bekerja, bersama beberapa pemberian darinya yang masih aku simpan, lengkap dengan sepucuk surat kecil buah karyanya yang mulai dimakan usia. Bingkai itu bentuknya sederhasa saja kawan, kotak dan memiliki penyangga pada bagian bawahnya, bagian bawahnya berhiaskan binatang Guk-guk dan pada bagian atasnya berhiaskan tulisan “Life Must Go On” yang ku bilang diawal tadi, satu hal yang tak aku begitu suka adalah warnanya yang kemerah jambuan, lebih cocok untuk anak perempuan seharusnya, tapi tak mengapa, karna bagiku itu adalah pemberian darinya yang berharga, bagian tengahnya bening, sudah jelas difungsikan untuk menaruh sebuah foto disana, dan sudah jelas wajah sendu dan senyum menawan itu berhias disana. Senyum yang selalu memberiku semangat dalam menjalani hari-hariku. kini senyum itu berada
Minggu, 19 Oktober 2014 0 komentar

Rental PS : Bagian 4


Alasan mengapa ayah marah saat itu baru terjawab ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMP, satu ungkapan dari seorang penjaga sekolah tertancap dihatiku kala itu, “Main PS itu gak haram, yang Haram itu uangnya” ucap Almarhum Bang Ismed, salah satu penjaga sekolahku saat SMP dulu, Uang Haram, kata-kata itu sangat menyakitkan. Pun aku tak mengeluarkannya sepeserpun untuk bermain PS , Namun tetap saja maknanya begitu menyakitkan buatku. Aku terdiam , sedangkan ayah masih berkhutbah dihapadapku “Bukannya Ngaji malah main PS.. Pulang..!!!” aku lagi-lagi hanya bisa terdiam, bibirku kelu, badanku gemetar, keringat dingin kurasakan menjalar di sekujur tubuhku, bulir-bulir bening yang sedari ku tahan keberadaannya mulai tampak dipinggir mataku, pun kupon kesepuluh yang berhasil kudapatkan hari ini, yang awalnya sangat berharga dan berarti bagiku, kini kurasakan tak berarti apa-apa, dan terhempas begitu saja
Kamis, 16 Oktober 2014 0 komentar

Rental PS : Bagian 3


Benda itu, besarnya tak sebesar Piranti Video Game yang berada dikolong meja, di bawah Televisi lebih tepatnya, Tak juga sebesar kardus kemasan Rokok Gudang Garam yang berada di samping televise nomor empat, ia, penuh dengan abu rokok, dan punting-pungtungnya yang tak habis dihisap oleh sang tuan , ditinggalkan begitu saja oleh tuannya di rental PS yang sampai saat ini belum berkurang keramaiannya meskpun hari menjelang senja. Benda itu juga, Aku belum pernah mengenalnya , meskipun diantara mereka banyak yang kulihat membawanya, pun Wawan , ia sangat membangga-banggakan benda itu dan memamerkannya langsung padaku , benda berbentuk kotak kecil, berlogo Playstation yang belum aku ketahui namanya. “Ini namanya Memory Card..” ucap Wawan berharap aku kagum padanya, tapi tak sedikpun aku menghiraukan apa yang ia ucapkan padaku. “Lu bisa simpen data game lu disini, Satu Giga Byte, kemarin dibeliin sama bapak gue..” ucapnya lagi, “Ohh..” jawabku ringan.. “Harganya Mahal, lima puluh ribu kalo yang baru.. Lu pasti gak punya..“ ucapnya, dan salah satu yang tak ku suka darinya jika ia sudah berucap panjang, kadang tak ia pikirkan terlebih dahulu apa yang ia
Minggu, 12 Oktober 2014 0 komentar

Rental PS : Bagian 2


Penuh, adalah kesan pertama yang kami dapati disana, namun berbeda dari suasana syahdu saat mengaji, tempat itu penuh sesak dengan segerombolan orang yang rata-rata kebanyakan adalah anak bersekolah seusia kami yang kami lihat masih berpakaian seragam coklat pramuka lengkap dengan tas dan sepatu mereka, serta asap rokok yang mengepul disana sini, “Uuuhhh bauuu,, sesak dan pengap..” hasil hisapan orang dewasa yang tak tau malu, atau tak mau kalah bermain video game dengan kami. Ini hanyalah satu dari beberapa kesengsaraan yang akan aku alami di rental PS ini kawan. Bangku-bangku hijau dan merah yang tersusun pada ruangan yang ku perkirakan ukurannya tiga kali tiga meter itu sudah tidak mampu menampung masa yang hadir disana, beruntung tubuh kecil kami mampu menyelinap diantara mereka. Dan kini dihadapan dihadapan kami telah tersusun lima buah televisi, lengkap dengan video game Playstation yang tengah popular saat itu, diatas televesi, pada bagian tembok itu terpampang puluhan Kaset Playstation yang
 
;