Sabtu, 06 Juni 2015

MT. Prau : Bagian 1



Kereta yang kami tumpangi malam itu melaju kencang, dengan kesepian didalamnya. Hanya beberapa orang saja, ya benar hanya beberapa orang saja selain rombongan kami yang berada digerbong itu, setelah sebelumnya aku dan adikku udin menerjang hujan badai saat mengantarku menuju stasiun Sudimara Jombang. Disana cukup lama aku menunggu, kebisingan penyiar locket, ramainya orang yang mengantre tiket bergantian, dan puluhan orang yang hilir mudik sekedar ingin naik atau baru turun dari kereta. Tas ransel besar yang sedari tadi menggelatut di punggungku segera saja aku turunkan, kiri kekanan kutengok, barang kali sudah ada dari kami yang sampai disini. Cukup lama, setelah azan isya Akhirnya berkumandang barulah satu persatu dari mereka bermunculan, Lingkar Al-Banna, kelompok Halaqoh kecil milik kami. Ridho, reza,
tio dengan beberapa kawannya dan Aaahh kak Iswandi menyusul hadir ditengah-tengah kami. Tinggal satu orang lagi, katanya iya sedang menuju kami, “Lagi di pndok ranji, mau kearah sini tungguin aja sebentar lagi” ucap tio Menenangkan. “Sholad dulu aja yuk akh, sambil nunggu Dede” pinta Ridho, aku Reza dan Kak iswandi menurut, dan langsung menuju musholah yang tak jauh dari tempat  kami berkumpul untuk sembahyang memenuhi kewajiban kami.


Isya Berlalu, akhirnya yang kami tunggupun datang, iya berjalan dari tempat pemberhentian kereta diseberang sana, dengan stelan kemeja khas Pendaki gunung, membawa ransel besarnya dengan mantap. “Assalamualaikum,,” sapanya pada kami “Wa’alaikum salam..” ucap kami dan langsung berjabat tangan, , “Udah semua akh Tio?” Tanya Kak Iswandi padanya “Insya Allah sudah kak, tinggal nunggu kereta saja” jawab tio dan langsung memberikan Kartu dan tiket kereta tujuan kami nanti.  Setelah itu kamipun masuk melewati pintu otomatis, perlu kartu untuk mengaktifkannya, jujur saja ini adalah pengalamanku yang pertama kawan, masuk kepintu stasiun menggunakan kartu, cukup lama kami berdiri, karna yang kami tunggu tak jua muncul kehadirannya “Kira-kira jam berapa kita berangkat akh tio?” Tanya kak is lagi “Insya Allah jam 10an kak, nah itu keretanya datang ayo..”  kamipun segera mengangkat barang bawaan kami “Jangan ada yang ketinggalan ya,, tiketnya jangan sampai hilang..” ucap Tio mengingatkan kami. Aku langsung naik, tapakan langkahku yang pertama penuh hawa magis buatku, ini adalah pengalaman pertama untukku, aku tak bisa mundur lagi, Optimis aku bisa melaluinya, walaupun jujur saja jika dirasa-rasa aku tak akan mampu kawan. Hal itu selalu membayangiku, Gunung Prau, bagaimana keadaan disana, cuacanya, jalur pendakiannya, tanah yang becek, bebatuan dan pepohonan, jas hujan dan ransel yang kubawa, semua menjadi satu dalam benakku. Hingga tak perlu waktu lama, kereta kami telah sampai di statius Senen “Cepat sekali” ucapku dalam hati. Dan itu bertanda, petualanganku baru akan dimulai dari sini,  kereta malam yang kami tumpangi sampai di stasiun senin, untuk nanti menuju Stasiun Purwokerto, Jawa Tengah.

Aku berlari kecil sambil menggendong tas ransel besarku karena kereta tujuan kami akan segera berangkat, Dede perkirakan ukuran task u itu adalah kurang lebih 70 liter,  isinya dua buah air mineral ukuran 1,5 liter, pakaian ganti, alat sholat, peralatan mandi dan makan, senter, obat-obatan, power bank, logistic, sepatu, matras, sleeping bag, dan paling atas yang ku letakan adalah Jas Hujan. Maka kau perhitungkan sendiri kawan berat beban yang ada di pundakku, aku terengah-engah, nafasku terasa sesak,  namun aku berhasil sampai di loket, dan disana menunggu seorang petugas yang ingin melihat tiketku, aku panic, karena aku lupa menaruh tiket yang tadi sudah diberikan Tio olehku, kuperiksa semua saku yang hinggap ditubuk, celana sebelah kanan, sebeah kiri, dan belakang, tidak ada, di sweater kiri dan kanan, pun tak ada, di dompet juga tak ada, panic aku membuka tas ransel milikku, juga tak ada, “Gawaatt,, dimana tikaetnya..” rasa panic telah membutakan mata, namu satu orang yang setia menungguku didekat petgas itu “Caria pa akh??” ucap kak Iswandi “Tiket kak,, “ ucapku singkat.. “Itu keresek siapa?” tanyanya, “oh iya punya kakak itu,” jawabku, segera ia ambil dan membuka kresek itu untuk melihat pada bagian dalamnya “Ini bukan akh” ucapnya sambil menjulurkan secarcik kertas yang saat itu sedang aku cari “Alhamdulillah.. terimakasih kak..” segera ku bangkit, menggendong tas, dan memberikan tiket itu kepetugas untuk di stempel, aku baru ingat, rupanya tiket ku tadi ikut masuk bersamaan dengan botol mineral milik kak iswandi yang sebelumnya aku masukan kedalam kresek. “Ayo akh sdah ditunggu..” ucap kak iswandi, aku tersenyum dan kembali melaju menyusul yang lain,  “Baru jalan cepat saja sudah terasa begini, apalagi nanti saat pendakian” pikirku pesimis. “Antum gak apa-apa akh..” ucap akh ridho, memastikan keadaanku”Insya Allah gak apa-apa” ucapku santai, namun masih dengan nafas yang diburu. Dan kereta itu, aha elok bukan buatan,  ular besi itu berkilau kuning kemerahan. Yang kurasakan hanya satu, Deg-degan, karna kuingatkan diriku bahwa aku tak bisa mundur lagi, tak bisa pulang, tak dapat kembali, ini adalah langkah awal bagiku, dengan satu kebersamaan bersama mereka, Mt Prau pasti akan berhasil ku tuju, membawa nama itu kesana.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;