Selasa, 30 Desember 2014

Tilang Episode 2 : Bagian 2


Mobil masih menyala... pun lampu-lampu itu yang sedari tadi membelakangiku.. kuning-merah.. kuning-merah.. berkedip-kedip genit.. aku gak sampai hati dan tak mampu menahan sialunya... rintik-rintik gerimis pun turut menemani perjalanan kami.. sesekali kupandangi ia.. Leleah.. itu kesan pertama yg bisa kudapat dari situasi saat ini... gelapnya malam membuat pandangan kami terbatas... pun dengan beberapa rambu lalu lintas tak nampak dengan jelas dihadapan kami... hanya dua buah benda itu, yang terus saja bergerak hingga nampak jelas dihada0an kami, kekiri dan kekanan.. membersihkan beberapa tetes air hasil dari hujan yg mengguyur kami...


A Egi.. begitu panggilanku padanya... kurir sekaligus supir yang menemani perjalananku saat itu ku harapkan iya tau jalan mana yang akan kami tempuh. Panggilan "Aa" begitu akrab bagi kebanyakan orang jawa barat.. pun dia yang ku tau berasal dari daerah bandung.. maka panggilan "A Egi" kurasa cocok untuknya dan berkenan dihati. "Aduh omm.. salah belok.. " ucapnya.. sedikit membuagku terpenjat.. "hahhh.. salah A?". ujarku antusias,. " iya Omm.. duhh haduuhhh.. gimana atuh Om.." aku terdiam, suasana hatiku pun makin Kelam, Ngilu aku dengar ucapannya yang baru diucap oleh A Egi. “Akan Lama..” ucapku dalam hati, sambil menatap jendela mobil yang mulai terbasahi oleh tetesan hujan, “Naaahh gini ajah atuh Om… kita lewat lagi jalan yang tadi, nanti kita ambil Kiri, biar gak salah.. Gimana Omm??” tanyanya padaaku yang sekarang tak tau berada dimana. Namun jika aku hanya terdiam, tanpa memberikan Instruksi yang sebenarnya ia yang lebih tau solusi dari semua ini, semua perjalananku akan berarti sia-sia. “Ok A.. kita coba..” ucapku setuju atas pendapatnya, berharap kali ini kami tak keliru saat mengambil jalan nanti. Mobil kembali melaju dengan derasnya, pukul tujuh malam, perutku sebenarnya mulai tak terkendali, keringat dingin sebentar lagi mungkin menggerogoyi permukaan kulitku, mula-mula dari tangan, leher, hingga bagian badan. “Aaah… “ semua itu hanya dapat ku tahan, jenuh atas situasi seperti ini. Ku ambil saja earphone yang sedari tadi sudah terpasang pada telepon genggamku, dank u putar lagu keras-keras “So Far Away dari miliknya Avenged Sevenfold” terbuay, ku pejamkan mataku sambil menahan sakit yang mulai mengilu. Namun belum mampu aku terpejam A Egi tiba-tiba memberhentikan mobil dengan mendadak, hingga aku terbangun kembali “Astagfirullah,, kenapa A..” ucapku, dan ketika ku menoleh kearahnya, kulihat sebuah gagang pelastik menyala merah keorenan, melambai-lambai seperti digerakan oleh sesuatu.. “Polisi Om..” aku kaget, POLISI..

Segara ku bangkit, dank u kenakan sabuk pengaman yang sempat ku lepas karna terasa sekali menekan perutku, “Uuukkhhhhh..” sulit aku dibuatnya, panic, sabuk pengamanku tak mau terpasang, sementara POLISI itu meminta kami untuk membuka jendela mobil.. “Selamat malam pak…” ucapan pembuka seperti biasanya yang ku tau.. “Sebelumnya sudah pernah lewat sini belum pak??” tanyanya, “Belum pak..” ucap a Egi “ Lhoo kok belum,.. harus sering-sering lewat sini..” ia mulai ngebanyol, aku hanya diam tak mau meladeni, karna masih panik dan hanya mampu memegangi sabuk pengamanku, berharap ia tak menyadarinya. “Kalau yang itu siapa..” ucapnya lagi “Dia mah Boss saya pak,, “ ucapa Egi “Boss??” ucapku dalam hati.. “Belum pernah lewat sini..??” tanyanya lagi.. “Belum pak, dia mah jarang keluar,,” Ucap A Egi dengan tenang.. “Waddduhhh repot ini.. Surat-surat ada..? Coba liat..” Pintanya pada kami, aku masih diam, masih sibuk memegangi sabuk pinggang sambil mendengarkan musik melalui earphoneku. “SIM mana SIM??” tanya ia pada A Egi “Haduuhh ketinggalan pak..” ucap Egi beralasan, yang sebenarnya ia, atau lebih tepatnya kami belum memiliki SIM “Hadduuhh.. emang dari mana? Mau kemana?” tanyanya sambil memeriksa beberapa surat-surat kami yang lain.. “Dari Tangerang pak,. Habis antar barang ke tanah abang, sekarang mau Pulang..”ucap egi kamli ini dengan jujur “Ohhhh harusnya Kamu gak boleh nerobos,, harus lewat pinggir..” Suasana makin rumit, dan sudah ku perhitungkan situasi seperti adalah UUD (Ujung-ujungnya Duit), “Ya kan saya belum pernah lewat sini pak..” ucap Egi menjelaskan. “ ya udah sekarang gini ajah, dari pada ini saya tahan, kamu ambilnya nanti jauh,, mending sini Seratus Ribu ajah kasih saya, langsung jalan kedepan..” Sudah kuduga.. “Aduuh ga ada kalo Seratus Ribu mah pa, ada Lima puluh ribu, ini juga buat Bensin..” Ucap Egi, kali ini ia berbohong “Ya udah gak apa-apa dari pada ini saya bawa repot kamu.. sini cepet..” pintanya agar kami menyerahkan Limapuluh Ribuan kepadanya “Nanti habis dari sini lurus ajah abil kanan masuk Tol Pondok Aren” ucapnya setelah menerima lembar lima puluh Ribuan HARAM dari kami. “Makasih pak..” ucap Egi, aku masih terdiam, kesal sebenarnya, tapi apa boleh buat, kami harus terima atas segala situasi dan kondisi yang kami alami.

Kupikir cukup setengah jam aku merasakan kelam dibalik hujan yang terus mengguyur kami. Namun ternyata itu hanyalah awal dari malapetaka yang sebentar lagi akan terjadi, Egi kulihat wajahnya gelisah, entah apa yang ia pikirkan “Haduh Omm,, nasib-nasib.. apes banget ini hari..” keluhnya padaku “Sabar ya A.. ada hikmahnya.. “ ucapku berharap menenangkannya. “ iya Om,, haduh,, udah gaji kecil.. sekarang malah kena musibah,, ya Allah Gusti..” ucapnya lagiu, aku tak tega memandangnya.. “Sabar A, rezeki sudah diatur, musibah juga sudah diatur.. insya Allah nanti di ganti lebih sama Allah” Ucapku berusaha menenangkannya wajahnya lesu, kulihat ia benar-benar lelah, tapi mobil masih ia paksa untuk melaju, sementara perutku sepertinya sudah tak bisa ditolerir lagi harus terisi, mungkin perut ia juga merasakan hal yang sama, namun kejadian yang tadi mungkin membuat dirinya melupakan segala rasa lapar atau gangguan lain yang menghinggapinya. Tiba-tiba “Om ini dimana ya..” aku terhenyak “Lho kok nanya gitu A??” ucapku penasaran.. “Iya, kayanya kita salah jalan Om..” ucapnya panik.. “Haduhh..” ucapku sambil menepuk jidad, ternyata beberapa jam yang telah kami lalui kami hanya berputar-putar di jalan kota Jakarta.. “Duhh ampun ya Allah,, Astagfirullahh..” ucapnya.. “Sabar A.. sabar,, tenangin diri dulu,, santai ajah dulu..” ucapku, namun tak digubris olehnya, aku faham akan keadaan ini.. “Coba kita tanya ajah dulu A” kami segera meminggirkan kendaraan kami, dan mulai bertanya pada salah satu warga yang berada tak jauh disana, sementara jarum jam tak terasa terus berputar, jam 10 malam,, “Ayo Om.. Bismillah...” Kali ini ia dengan mantap, kami berdoa semoga kali ini Allah memberikan jalan pada kami, agar terlepas dari kesesatan ini dan bisa segera pulang kerumah, Lelah.. lelah sekali rasanya,, keringat dinginku sudah tak mampu dibendung, hanya mampu duduk bersandar dimobil. “Nah itu MPS Om..” ucapnya penuh gembira “Yang bener A...?? Alhamdulillaahh..” ucap kami kompak.. “Dari sini mah gampang lah Insya Allah..” Alhamdulillah.” Lirihku dalam hati, sedikit kulihat pias wajahnya, sedikit cerah dari yang sebelumnya, rasa letih kami pun perlahan hilang.. dan kututup lelap mataku, berharap ketika ku bangun nanti aku sudah tiba di rumah.. melupakan kejadian pahit, Cobaan tak tertanggungkan yang terjadi padaku Hari ini, Tersesat di Ibu Kota yang Sombong, Mendapat TILANG oleh Polisi yang KORUP..

~End~

0 komentar:

Posting Komentar

 
;