Minggu, 12 Oktober 2014

Rental PS : Bagian 2


Penuh, adalah kesan pertama yang kami dapati disana, namun berbeda dari suasana syahdu saat mengaji, tempat itu penuh sesak dengan segerombolan orang yang rata-rata kebanyakan adalah anak bersekolah seusia kami yang kami lihat masih berpakaian seragam coklat pramuka lengkap dengan tas dan sepatu mereka, serta asap rokok yang mengepul disana sini, “Uuuhhh bauuu,, sesak dan pengap..” hasil hisapan orang dewasa yang tak tau malu, atau tak mau kalah bermain video game dengan kami. Ini hanyalah satu dari beberapa kesengsaraan yang akan aku alami di rental PS ini kawan. Bangku-bangku hijau dan merah yang tersusun pada ruangan yang ku perkirakan ukurannya tiga kali tiga meter itu sudah tidak mampu menampung masa yang hadir disana, beruntung tubuh kecil kami mampu menyelinap diantara mereka. Dan kini dihadapan dihadapan kami telah tersusun lima buah televisi, lengkap dengan video game Playstation yang tengah popular saat itu, diatas televesi, pada bagian tembok itu terpampang puluhan Kaset Playstation yang
diberikan nomor pada tiap sudutnya, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemain saat memilih Game yang mereka inginkan, dengan menyebutkan nomor saja, operator langsung memberikan kaset video game keinginan mereka. Sementara Remote Control yang sedari tadi tergeletak di meja operator digunakan untuk mengatur waktu atau Timer pada lima buah televisi didepan kami. Tarif yang diberikan terhitung dalam kelipatan tiga puluh menit atau setengah jam, seperti yang terpampang dalam poster sederhana buatan sang operator yang dipasang pada tembok bagian luar dan sisi depan dari meja operator itu, terpampang jelas disana “PS One : Rp.3000/jam, Gratis 1 jam untuk 10 kupon yang ditukar ” tawaran yang cukup menarik bagi anak-anak seusia kami.

Berdir dan menunggu hanya ini yang bisa kami lakukan, jam dinding yang berada tepat diatas televise urutan ke tiga telah menunjukan pukul tiga sore, itu artinya sebentar lagi kumandang azan Ashar akan berkumandang dan itu berarti acara pengajian rutinku akan segera dimulai.Namun Wawan masih setia berdiri menunggu disampingku, pun aku sudah bilang padanya “ini akan lama, kita gak mungkin bisa main, yang nunggu masih banyak” karna masih banyak orang menunggu giliran yang sudah hadir sebelum kami , maka tak terbayangkan olehku jam berapa kami baru bisa memainkannya. Karna sekiranya, orang-orang itu seperti tak kenal waktu saja, ada yang bermain tiga puluh menit, enam puluh menit, Sembilan puluh menit bahkan sampai seratus dua puluh menit atau dua jam. Ini adalah kesengsaraanku yang kedua kawan, Menunggu mereka berpuluh-puluh menit sambil berdiri itu, ahh.. melelahkan sekali, sampai putus asa aku rasanya. “Wan balik ajah yuk, kita Ngaji, udah mulai kali sekarang.. ini masih lama banget..” ucapku padanya. “Sabar , bentar lagi juga selesai, tungguin ajah, kan udah gue bayarin tadi, nih kuponnya juga udah dapet, punya Lu satu, gue satu..” ia menolak ajakanku, dengan dalih sudah membayar untuk waktu bermain kami pada operator. Aku tak mampu berkata-kata lagi, yang bisa ku lakukan adalah bersabar menunggu dan berharap ayah dan ibuku tidak tau kalau aku bolos mengaji untuk bermain PS dirental ini.

Sudah lebih dari dua jam aku berdiri menunggu, kakiku rasanya sudah mati rasa, ketika ku berhasil melihat satu dari mereka bangkit dari tempat duduknya dan pergi, tak lama jumlah mereka bertambah lagi, terus-dan terus bertambah, kini jam dinding dihadapanku tepat menunjukan pukul lima sore, tanda kalau kami telah jauh melewatkan salah satu agenda rutin kami yang sangat berharga yaitu Sholat Ashar sebelum mengaji, kami telah berkorban sampai sejauh itu, tapi belum juga kami bisa duduk di salah satu bangku yang berjejer disana untuk bermain game Playstation kesukaan kami. Sementara wawan dengan sabarnya masih tegak berdiri, tak kulihat rasa cape dan lelah diwajahnya, matanya hanya tertuju pada layar televise dihadapannya, yang sedang memunculkan beberapa orang berlarian dilapangan hijau berebut bola kesana kemari. “Wining Eleven.. entar gue mau main itu,, lu mau main apa Man?” ucapnya saat sebelum kami tiba tadi, Aku sampai saat ini pun belum menjawab pertanyaan sederhana darinya. Aku terdiam, tak mau banyak bicara, dan kembali menunggu, sampai akhirnya sang Operator berteriak kepada kami yang sedang setia menunggu “Nomor empat kosong, giliran siapa nih..” aku tersentak “Ada yang kosong” pikirku, dan langsung saja ku ucapkan “Saya dulu bang, saya dari tadi udah nunggu, “ ucapku, dan memang begitu lah mestinya, tapi beberapa saat kemudian aku baru sadar kalau aku, datang ketempat ini tidak sendirian, dan dari awal, bukan keinginanku untuk hadir ditempat ini, Wawan,ia yang telah menyiapkan semuanya, ia yang seharusnya bermain terlebih dahulu daripada aku, maka ku katakana padanya kalau ia boeh main lebih dahulu daripada aku, Wawan mengangguk tanda kalau ia setuju, dan langsung mengambil ancang-ancang untuk duduk disinggah sana nomor Empat Bangku rental PS itu. Aku melihatnya tersenyum dengan lepasnya, bahagia betul ia saat itu, pun dengan sepuluh kopon yang telah ia siapkan untuk ditukarnan dengan tambahan waktu satu jam, operator segera datang menghampirinya lengkap dengan Remote Control yang tersalur oleh televise urutan empat itu, “Nomor sebelas bang” ucap wawan pada operator seperti paduka raja yang menyuruh pelayan untuk membawakan hidangan padanya setelah berhasil duduk disinggahsananya., aku tak merasa heran kalau ia memilih nomor sebelas, karna urutan kaset nomor sebelas itu adalah Game yang sebelumnya telah ia ucapkan padaku “Winning Eleven 7”. Timer di setel pada angka 120 menit, berkat gratisan sepuluh kupon yang ia tukarkan, membuatnya mendapatkan tambahan satu jam lebih lama dari waktu yang seharusnya. Aku dimintanya untuk duduk disampingnya, melihatnya bermain game kesukaannya “Winning Eleven” . dan sekali lagi, seperti paduka raja, aku turuti setiap perkataannya. Pun dengan sang operator yang menjadi pelayan baginya langsung memasukan kaset itu kedalam Piranti Video Game Playstation, sejurus kemudian layar yang tadinya gelap dan hanya bertuliskan AV dipojok atas sebelah kanan, berubah terang diselingi tampilan logo Playstation , tanda kalau sebentar lagi “Winning Eleven” segera dimulai. Aku merasa gugup dan gelisah, bukan karna merasakan ketegangan saat wawan akan bermain nanti, tapi karna hal lain yang baru aku dapati nanti ketika jam dinding itu tepat menunjuk sejajar ke angka enam dan dua belas, saat azan maghrib berkumandang, kesengsaraan terakhir dirental PS yang paling menyakitkan dalam hidupku yang tak bisa aku lupakan hingga kini,saat usiaku beranjak 24 tahun.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;