Minggu, 18 Januari 2015 0 komentar

Gunung Walat dan Bulir-bulir jeruk : Bagian 3


Aku belum mampu memejamkan mata, pun waktu telah berputar dengan derasnya hingga menunjuk angka 12. Mataku sudah begitu berat rasanya, namun tak mampu ku tertidur. kata Guruku dulu, jika kita tidak bisa tidur, hanya ada dua hal penyebabnya.. 1 ada rasa Takut, 2 Sedang memikirkan sesuatu... "Aaaahh masa iya.." ucapku dalam hati. tak peduli ku coba sekali memejamkan mata, dan menutup wajahku dengan kupluk sweater yang ku gunakan, Tak bisa, benarbenar tak bisa. maka jadilah Tengah malam, aku termenung dalam rebahku.. Sesekali ku seka wajahku, dan bertanya sendiri pada diri ini "Apa yang aku pikirkan,..? dan apa yang aku takuti..??" terus saja seperti itu, sampai pening kepalaku dibuatnya. Dan setelah beberapa saat baru aku sadar alasan mengapa aku tak bisa memejamkan mata ini, ternyata aku sedari tadi sedang memikirkan dua hal diatas, apa yang aku takuti dan apa yang aku pikirkan, begitu terus. Dan pikiran-pikiran selanjutnya membawaku ke beberapa arah, kadang memikirkan masa depan, berimajinasi, bahwa kedepan aku ingin menjadi pengusaha yang sukses seperti Bosku, Menjadi Sarjana seperti kakakku, menjadi seorang suami yang baik untuk Isteri ku, serta menjadi kepala keluarga yang Amanah untuk keluargaku. Bayangan-bayangan dan perencanaan-perencanaan sederhana sesekali terbayang, seperti misalkan usahaku nanti akan dimulai dari membuat Konter Hp, berlanjut ke Baju Distro, berlanjut lagi ke mini market, sampai aku nanti memeiliki Lahan untuk Perumahan. Atau ada lagi imajinasiku membawaku agar aku mampu menjadi sarjana, membanggakan kedua orang tua dan keluargaku,, lebih haru dari apa yang dibuat oleh Epen kakakku. Dan seterusnya, dan seterusnya. Sehingga aku sesekali dimanjakan dengan bayangan-bayangan konyol yang entah datang dari dimana, hingga terkadang aku tersenyum sendiri dibuatnya,. dan ketika semua itu berhasil diramu diramu oleh imajinasiku, hingga memasuki tahap akhir dari semuanya, mataku tak kurasa mulai terpejam, dan yang aku sadari aku telah dibangunkan oleh sahabatku untuk melakukan sholat malam.. “Jam 3 pagi,,, Ahhh sayang , yang tadi belum aku catat dikertas..” begitu saja dan terus berlalu.

Tepat pukul enam semua berkumpul menantikan sarapan pagi, Kak Deni seperti biasa sang Juru masaknya. Pun dengan Dapur yang berada jauh dai Lokasi kami. Kau bayangkan saja kawan untuk mencpai perumahan paling tidak mesti berjalan kami kurang lebih 3 kilo dari tempat kami dengan jalur turun dan mendaki. Artinya, 3 kilo x2 = 6 kilo jalan kaki, pengorbanan beliau dan kawan-kawannya untuk kami, untuk menciptakan hidangan sebagai pengganjal dan pemuas perut-perut kami yang kosong, luar biasa,, sangat luar biasa. Apresiasiku yang sangat luar biasa untukmu Kak Deni (Kalau kakak Membaca Kisah Ini), dan juga sahabat dari Kampus di Ciputat, doa kecilku untuk kalian semoga selalu sehat dan sukses dunia akhirat. Aamiin. Namun kami faham, waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkannya tidaklah singkat, maka dari itu, sambil menunggu sarapan tiba kami isi pagi ini dengan olahraga dan Games bersama. Dede dan Diar lihai memimpin Streching, semuanya mengikuti. Cukup lama keceriaan itu terjadi aku masih ingat dengan senyum-senyum keikhlasan mereka. Dan yang kami tunggupun akhirnya datang, sarapan kami, Bubur kacang ijo dicampur dengan jagung Manis.. “Uuuummmmmm… nyaammii..” ucapku membantu Dede menyiapkan semuanya.. “Cobain dah akh..” Pintanya, dan langsung ku ambil sedikit dari bagian yang ia sendokan untukku.. “Enak akh..” ucapku “Dah lanjut, tuangin ke gelas..” pintaku lagi, kami bersemangat dan segera menyelesaikan pekerjaan kami untuk menuangkan Bubur itu kedalam gelas untuk dibagikan ke sumua peserta. “Yang mau nambah ambil aja ya, buburnya ada diluar, masih banyak,, “ ucapku lantang.

Rintangan itu telah kami siapkan saat para peserta sedang bermain Outbond yang lain, Aku Rido,Firdian, Awliya dan Tio yang membuatnya, Yang paling berkeasan, semua sederhana, kami hanya memerlukan beberapa batang bambu, dan beberapa buah karet ban, untuk dijadikan arena halang Rintang. Tanah-tanah yang sedari padat kebumi, sengaja terkoyak oleh tangan-tangan jahil kami, membuat sebuah kubakan lumpur coklat yang nantinya akan menjadi tempat bermain peserta selanjutnya, Baju, celana, dan tanganku dibuat kotor karenanya. Sementara Dede, Diar, dan Reza, sedang asik bermain dengan peserta di tempat yang lain. “Banyakin aja akhi Airnya, biar seru..” Ucap Ridho lantang, meyakinkanku yang sedang asik membuat kubakan “Oke..” jawabku singkat, sementara Tio dan Firdian sibuk memasang lembaran-lembaran karet ban pada batang-batang bamboo yang sudah dibenamkan. “Oke, udah siap kak Rohman.. “ ucap Tio. “Siipp.. Mantapp..” ucapku. Tak lama beberapa peserta mulai datang, mula-mua 4 orang peserta perempuan, dan telah siap untuk Permainan terakhir siang itu “Halang Rintang, masing-masing dari kalian harus melewati haling rintang ini, dari awal sana sampai ujung sini..” ucap Tio Menjelaskan. “Matanya ditutup pae Slayer.. , pada bawa slayer kan??” Tanya Tio “Bawa Kak..” ucap beberapa dari mereka, karna tidak semuanya membawa Slayer seperti yang kami perintahkan sebelumnya “Ya udah nanti gentian ajah..” Fridian menambahkan. Lumpur itu bertumpuk semanunya, bercampur dengan air semaunya, membawa kesan yang sudah diketahui oleh kami, ”Kotor” . Pun dengan mereka yang diminta untuk langsung mencobanya satu persatu secara bergantian.. “Contohin dulu kak..” ucap salah satu dari mereka.. “Iya kak contohin dulu..” sahut teman yang satunya. “Akh Rohman aja tuh..” Ucap rido. “Lho kok ..” ucap ku, “Antum ajah..” pintaku balik “Ya udah ka rido sama ka Rohman contohin dulu..” ucap mereka.. sambil cengengesan “ Ayo akh.. kita berdua,,” ucap rido, mengajakku.. “Ahh bocah ini…” ucapku dalam hati, “Ya udah ayo.. tapi antum dulu Do..” pintaku, “Lho kok ane duluan akh.. suit dong biar adil..” akhirnya kami suit, dan aku kalah , “Yang kalah yang duluan ya akh.. “ ucapnya, “Lho, dimana-mana yang menang jalan duluan Do, enak ajah..” Ucapku “Iya kak, yang menang yang jalan duluan..” ucap mereka, dan mau tak mau, Rido melakukannya, memberikan contoh cara melewati rintangan yang kami buat sendiri , Bodohnya kami.

Pakaiannya kotor, berlumuran Lumpur coklat buatannya sendiri, wajah, tangan dan kaki, semuanya belepotan. “Ayo akh, giliran antum..” ucapnya setelah berhasil melewati rintangan itu.. “Ya gak usah lah, kan antum udah contohin..” ucapku “Lhoantum jangan curang akh, kan tadi bilangnya berdua..” ucapnya.. “Udah dicontohin kak, jadi kak Rohman ga usah ya..?” pintaku pada mereka, perserta yang sukses mengerjai kami. “Kak rohman juga lah.. “ kompak, mereka memintaku untuk melakukan seperti yang dilakukan Rido sebelumnya.”Tpi kaka ga ada Slayer..” ucapku, mencoba mencari alasan, karna memang saat itu aku tak membawa slayer.. “Nih pake punya aku aja kak..” ucap salah satu dari mereka sambil menawarkan Slayer putih miliknya padaku, segera kuraih dan langsung ku pakai, menutupi mata dan sebagian wajahku. “Bismillah..” ucapku sebelum memulai, timbul suatu perasaan yang tak enak bagiku. “Ayo kak lurus.. lurus..” Sorak mereka, seakan menyuruhku. “Kanan kak, kanan,,” ucap mereka lagi, “Kiri, kak.. eh salah. Lurus.. luruss.. “ ramai sekali, namun dari semua suara tak ku dengar satupun suara laki-laki.. dan bodohnya aku yang selalu menuruti perintah mereka, yang sebenarnya menyesatkan itu.. “Adduuhh..” wajahku terjerat oleh sebuah karet ban, berlanjut ke tangan, badan dan kaki. “Lurus.. kak lurus dikit lagi..” mereka masih saja berteriak dengan riangnya, sambil sesekali tertawa, entah apa yang mereka tertawakan, tapi telingaku dengan sangat jelas mendengarnya. Sementara mataku, masih tertutup rapat, dengan sebuah Slayer putih yang dipinjamkannya padaku. Slayer putih yang baru ku tau nanti diberikan dengan sedikit kesengajaan, untuk menghasilkan Bulir-bulir jeruk, di gunung walat, pada akhir perjalananku nanti. Tunggu saja.
.......................
Selasa, 13 Januari 2015 0 komentar

Gunung walat dan bulir-bulir jeruk :Bagian 2


Ada yang bilang kalau hidup setelah derita nantii akan berlinang madu karenanya, paling tidak bulir-bulir jeruk yang bis menghilangkan dahaga dan bisa membuatku bersemangat kembali,, tapi apakah itu benar??. Sementara aku sibuk memandang, jauh kedepan, namun pikiranku sesekali berpaling kebelakang, menyadari aku sejauh ini telah mempertahankannya, kesendirian yang memilukan itu, 4 tahun sudah kurasa. Rasa pahit yang terus ku telan bersamaan dengan air liurku, berharap nanti manisnya madu kurasakan suatu saat nanti. Pun dengan berusaha berfikir bahwa tidaklah Allah menakdirkan ini semua kecuali memang jalan Allah lah yang terbaik. Lamunanku terhenti ketika seseorang dengan sengaja menyenggol tubuhku, '' ayo akh lanjut, temen-temen sudah pada siap'' oohh ternyata rido, ''oh iya,, ayoo..'' aku berdiri, meninggalkan sedikit lamunanku disana.
Senin, 12 Januari 2015 0 komentar

Pulang


Minggu 21 Desember 2014, aku dalam perjalanan pulang, dari Gunung Bunder-Bogor, menuju tempat Tinggalku Tangerang, melintasi perbukitan yang berliku, derasnya hujan yang turun tanpa Kompromi membuatku Ngeri, cucuran air seketika meluap hingga kejalan cukup deras, entah datang dari mana, padahal sepengetahuanku terdapat galangan air (selokan) yang cukup besar dipinggir jalan yang kami lalui. Namun entah mengapa tumpahan air itu serasa bagaikan arus Tsunami yang tak terbendung. Kuyakini diriku, dan bertanya pada sang Sopir bahwa kita akan baik-baik saja “Bannya masih bagus kan pak?? Remnya pakem kan??” tanyaku padanya “Insya Allah, kita berdoa saja semoga gak kenapa-kenapa..” jawaban yang sebenarnya sedikit menghawatirkanku karna jalan itu jujur saja kawan, berliku-liku, terjal dan licin, apalagi
Sabtu, 10 Januari 2015 0 komentar

Gunung walat dan bulir-bulir jeruk :Bagian 1




Lihatlah pemandangan ini, luas tak bertepi, bagai laut yang terhempas diangkasa.. Bukan berwarna biru, namun Hijau ,, semua hijau,. Tak ada kesan yg tercipta selain takjub atas kebesaran sang pencipta. Gunung-gunung itu berderet dihaluan kami, ''subhanallah..'' ujarku, sekalipun kami blum tiba ditempat tujuan, namun sdah diktakan bahwa perjalanan kami memang untuk bertafakur alam, memandang keluar penciptaannya yang agung. Deretan gunung bak Pasak-pasak itu misalnya, tertancap kuat ditanah, pohon-pohon cemara yang rimbun menghalau panasnya cahaya matahari yang sombong, sawah hijau disana-sini, sungai yg mengalir, udara sejuk yg sibuk hilir mudir diantara kami, seakan semua bertasbih mengagungkan-Nya, namun semua itu akan binasa pada akhirnya. Begitulah semestinya yg hrus kita tafakuri, bersyukur bahwa Allah masih memberi kehidupan dibumi ini, masih ada atmosfir dibumi kita, gunung-gunung itu masih tertancap kuat sebagai pasak bumi, perputaran yg masih pada porosnya. Menimbulkan keharmonisan dan keamanan bagi semua. Pun manuis, siapakah kita, hanya mahluk dengan tinggi 2 meter, dengan karakter egois yg sering sekali tak mau mengalah, tempat segala khilaf dan lupa, masih pantaskah membesarkan diri kepada sang pasak yang kokoh itu. Ia besar, dan tinggi, beribu-ribu kalilipat dari pada kita. Namun ia tetap disitu tegak menjalankan kewajibannya, memuji dan bertasbih pada Allah tanpa sekalipun berbuat sombong. Ia bisa marah sama halnya manusia ketika merasa terusik dan terancam, maka jangan heran kalau tanpa kata-kata ia bisa membinasakan segala yang ada di sekitarnya.

Gunung walat suka bumi, tak terpikirkan kalau aku akan pergi kesana, dan ketika mobil tronton yang mengangkut kami terhenti ku pikir perjalanan kami selesai sudah, namun ternyata kami masih harus berjalan sejauh 2 kilo medan pendakian menuju tempat tujuan kami. ''akan melelahkan'' pikirku, tentu saja, dengan beberapa barang bawaan keperluan kami. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami diminta unttuk beristirahat sejenak, mempersiapkan dan mengecek segala kebutuhan kami, namun banyak pula yang memanfaatkan waktu untuk sekedar berfoto-foto dibelakang pemandangan yang indah itu,, ''oke temen-temen, sudah siap semuanya ya'' ucap tio salah satu sahabatku yang mengawali perjalana kami '' insya Allah kak,'' semua sepakat telah siap melanjutkan perjalanan. Pun aku yang diminta untuk membawa satu dus airmeneral berukuran gelas. Meskipun cukup melelahkan, dengan jalur pendakian yang naik turun, kami masih beruntung jalur yang kami lalui cukup aman karna sebagian tetah beraspal dan sudah berplur dengan semen. ''masih jauh ya kak'' ucap salah satu dari kami ''enggak, insya Allah sebentar lagi'' ucap tio, sedikit berupaya memberikan semangat pada kami yang mulai terlihat kelelahan. ''minum dulu ajah, istirahat seentar'' pintaku dan langsung membuka dus berisi air mineral itu ''minum Vi, ujar Sri kepada temannya Evi yang merupakan adik kelas kami sambil memberikan segelas air mineral itu lengkap dengan sedotan kecilnya. Mereka adalah dua dari empat peserta perempuan yang mengikiti acara ini. Oh iya sebelumnya acarana ini kai beri nama SKETERS singkatan dari Study Keislaman Terpadu Rohis. Pesertanya adalah adik-adik Rohis disekolah kami kawan, pun kami adalah panitia penyelenggara acara ini, aku tio, ferdian, dede, diar, rido, reza, awlia, dan dua orang panitia wanita deti, dan ndaru,. Ditambah dengan saudar-saudara kai dari salah satu kampus ternama yang ada diciputat, salah satunya ku tau Kak Deni yang juga merupakan alumni Rohis sekolah kami. Huhh lupa aku sebutkan, maaf ya.
 
Acara ini adalah bentuk pelatihan organisasi serta tafakur alam seperti yang diawal ku bilang tadi. Evi, sri dan du sahabatnya yg lain ada rahma dan ria, adalah peserta dari anggota perempuan, dan untuk laki-lakinya ada muammar kadafi, zam-zam, adit, awliya wanhari (merupakan adik dari Awlia) dan beberapa orang lagi yang aku tak ingat namanya. Karna acara ini berlangsung pada pertengahan tahun 2012 silam, ahh jadi rindu. Lupakan, kita kembali ke gunung walat dan perjalanan kami. Lelah kami memutuskan beristirahat sejenak. Sementara tio, diar, reza dan firsian tengah asik bernyanyi ''Lakote'' musik yang saat itu sedang bummmiingg oleh para pelakon OVJ. ''lakote..lakote..lakote oa..eoo.. Lakote.. Lakote oa. Eooooooo... Begitu saja terus, paling ceria diantara yang lain, tapi kupikir mungkin memang begitulah seharusnya, sebagai penghibur perjalanan kami, karna dsana memang tak ada jasa penyumbang suara. Yaaa aku nikmati keceriaan ini, sambil memandang lurus kedepan, hamparan sawah dan kumpulan rumah penduduk terhampar disana. Sekali lagi aku terpana dengan kemegahannya, juga pada bulir-bulir jeruk yang sebentar lagi akan hadir mewarnai kehidupanku, meskipun hanya sebentar, tapi nikmati saja kisah ini

 
;