Sabtu, 14 Februari 2015

Gunung Walat dan Bulir-bulir Jeruk : Bagian 4


Aku tak tau, bagaimana dan kapan Bulir-bulir jeruk itu tercipta, yang aku tau segala apa yang diucapkannya terhadapku menyudut kesatu arah, dan menyindir kesatu orang yaitu ”Aku” sendiri . Siang hari, acara berlanjut ke Outbond, yang telah kami persiapkan sebelumnya, cukup lama, hingga menjelang sore. Setelah berbecek-becekan dengan Lumpur, tak terasa semua acara selesai kami lakukan, kamipun bersiap untuk pulang, berkemas, dan membersihkan diri. Belum hilang rasanya lelah kami setelah bermain outbond , saat pulang nanti kami harus melewati jalur yang sama seperti saat mendaki. Semua peserta dikumpulkan, untuk briefing terlebih dahulu, sambil mengecek barang-barang bawaan, yang akan dibawa pulang.“kak, Pulangnya nanti jalan kaya
kemarin ya??” Tanya Kadafi, alah satu dari peserta yang ikut perjalanan kami “Iya kayaknya, kenapa emang De? Jauh ya??” tanyaku balik “Iya kak, lumayan jauh.” Keluhnya, “Nikmati saja de” ucap tio, dengan senangnya. Dan sekali lagi kami nikmati dan kami pandang segala lukisan alam yang terbentang, luas hijau dedaunan, air yang gemericik, awan yang berarak, udara sejuk yang kami hirup disana sini. Subhanallah, maha Agung Ciptaan-Nya. Hingga tak terasa kami tiba ditujuan, Tempat dimana Mobil Tronton yang semula mengantar kami terparkir. “Ayo siap-siap udah sore, nanti takut kemaleman” Pinta Diar menyuruh kami untuk segera berbenah. Maka segera kami turuti, dan semua pun langsung naik ke atas beserta barang bawaan kami masing-masing. “Udah naik semua?” Tanya Tio, “Udah kak,,” ujar para peserta “Akh, Kak deni sama temen-temennya gimana?” Tanya Rido “Kak Deni pulangnya nanti, masih ada urusan katanya..” Jawab dede Menambahkan. Aku duduk saja dengan tenang, ditengah-tengah para peserta laki-laki, dan tepat dihadapannya yang sempat mencuri pandang, namun aku tak peduli. Tronton berjalan, kami langsung pamitan, pada Kak deni, dan beberapa Temannya yang sudah banyak membantu kami, rasa haru tak terelakan, perpisahan kami sore itu dihiasi tangis haru oleh mereka.

Meskipun agak larut malam , aku akhirnya sampai dirumah dengan selamat. Rasa lelah yang hinggap dibadanku kubasuh dengan air hangat yang disediakan oleh Ibu, betapa mulianya Orang ini “Makasih Mak” ucapku, dan langsung pergi untuk mandi, dan setelah itu lasngsung beristirahat untuk tidur. Lelap
Dan Pagi selalu datang, sampai hari ini, ia selalu menjemputku, mengantarku mengawali hari, dan Ayam, adalah binatang paling ramai ketika pagi. Pun dengan Ayam-ayam peliharaan kami milik bang Jajan, ramai sekali “Kuk..kuk..kuk.kuuuuuuuuuukkkkkkk..” pekiknya, pun pekikan itu hampir ku dengar setiap hari, namun belum juga ku mengerti ari dari pekikan itu. Mataku sepat-sepat kupakasakan, untuk bangun, namun ahh, aku tertidur kembali, badanku yang masih remuk redam rupanya telah menghasudku, maka Subuh sudah jelas Kesiangan. Subuh selesai, kusiapkan diri untuk segera berbenah, mandi, berseragam, dan bersepeda, berangkat kerja. “Wuusshhh..” ku kayuh sepeda sekuat tenaga seperti biasa, pun kini aku datang sedikit lebih awal, itu sebabnya mengapa kantor belum terbuka, kalau sudah begini terpakasa aku harus menunggu. Dan hal ini sudah sering aku alami, begitu seterusnya. Pun dengan hidup berlinang madu yang ku alami walau hanya sesaat.

Singkat cerita aku sempat dengannya, Salah satu dari peserta yang ikut dalam petualangan kami, dalam pandanganku, ia baik, ramah, dan santun. Pun aku dianggapnya begitu, hingga tak ku tau ia sempat beberapa kali main kerumah, “Mau ketemu adik kakak, si Udin, mau minta Video” ucapnya begitu, karna aku baru tau ternyata ia adalah teman dari adikku Udin, ya aku biasa saja, karna bukan aku yang dituju melainkan adikku. “Din ajarin gue download video di YoU Tube dong..” ucapnya, ku dengar pembicaraan itu karna aku berada disitu saat itu, malam hari selepas Isya. “Tuh Sama Oman ajah, gue ga ada paket internet..” ucapnya “Lho,, kok lari ke saya” aku heran. “Ajarin dong kak,” Pintanya saat itu, dan mulai saat itu kedekatanku kepadanya bertambah setiap harinya. Hingga bulir-bulir jeruk it uterus tumbuh, dan meresap. Dengan penuh kejujuran ia bilang Suka padaku, dan aku sejujurnya tak mau mengulangi kebodohan untuk yang kesekian kali, maka ku katakana padanya kalau aku Trauma dengan hal yang menimpaku dulu, Pun aku berharap ini adalah ujian dari Allah Semata, namun entah apa yang dimaksud dengan Cinta, ia terus menyeruak, memaksaku, hingga aku dengan tak sadar menerimanya. Apalah daya, kujalani hidupku yang berlinang masu ini walau hanya sementara, bukan maksudku, karna ku katakana padanya “Aku ingin serius,” dan selalu ku katakana hal itu, iya mengangguk tanda setuju. Namun bukan kebaikan yang kudapat, melainkan kebodohan yang ku sesali hingga kini, Hingga kebodohan-kebodohan itu bercampur dengan nafsu yang tak mampu ke kendali, dan jika sudah begitu untung tak bisa diraih, hanya penyesalan yang terjadi. Pun hati ini terus menolak akan dosa yang telah ku lakukan, akan nafsu yang telah terealisasi, aku menyadarinya kalau semua ini hanyalah kebohongan belaka. Bulir-bulir jeruk itu tak semanis yang kuharapkan, justru hanya menimpa sengsara. Ia pergi setelah aku mengecewakannya, jujur aku tak senang hati, aku marah, aku kesal, namun entah harus pada siapa, makanku tak enak, tidurku tak nyenyak, dan ketika kutarik perjalanan hidupku, ini seperti dulu, dan aku faham atas keputusannya itu, bahwa aku bukan yang terbaik untuknya, aku tak pantas untuk siapapun, menyesal, sungguh aku menyesal. Mungkin dalam perjalanan hidupku nanti, Allah akan menakdirkanku dengan yang lain, dan aku berharap Allah mau mengampuni dosa-dosaku, berharap nanti, siapapun yang diberikanNya padaku nanti, adalah orang yang terbaik, yang selalu mau memaafkan kesalahanku, mau menerimaku apa adanya, hingga ia pantas menjadi yang terakhir untukku. Karna hingga sampai saat ini Bulir-bulir jeruk itu belum terasa lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;